Dapur Makan Bergizi Gratis (MBG) di Kalibata, Pancoran, Jakarta Selatan, resmi berhenti beroperasi. Penghentian ini disebabkan tidak dibayarnya biaya operasional oleh pihak Yayasan Media Berkat Nusantara (MBN).
Danna Harly, kuasa hukum dari Ira Mesra—mitra Yayasan MBN dan SPPG—mengungkapkan bahwa dapur MBG terakhir aktif pada akhir Maret 2025, sebelum Idulfitri 1446 H. Ia menyebut dapur berhenti karena konflik internal dan belum adanya pembayaran dari yayasan.
"Klien kami sudah memasak 65.025 porsi dalam dua tahap kerja sama sejak Februari 2025. Namun, seluruh biaya ditanggung oleh Bu Ira sendiri tanpa satu pun pembayaran dari pihak yayasan," ujar Harly.
Menurutnya, Yayasan MBN telah menerima dana Rp 386,5 juta dari Badan Gizi Nasional (BGN), tetapi tidak meneruskan pembayaran ke Ira. Bahkan, yayasan menuduh Ira masih memiliki kekurangan bayar Rp 45,3 juta karena invoice yang diajukan oleh SPPG atau yayasan sendiri.
"Faktanya, semua dana operasional, dari bahan makanan hingga sewa tempat dan gaji juru masak, dibiayai oleh Bu Ira. Total kerugiannya saat ini mencapai Rp 975,375 juta," jelas Harly.
Atas kerugian tersebut, Ira Mesra telah melaporkan Yayasan MBN ke Polres Metro Jakarta Selatan dengan dugaan penggelapan dana. Laporan teregistrasi dengan nomor LP/B/1160/IV/2025/SPKT/Polres Metro Jaksel/Polda Metro Jaya tertanggal 10 April 2025.
Harly juga mendesak BGN untuk mengambil langkah tegas dalam menyelesaikan persoalan ini.
Pengamat Soroti Ketidakterbukaan Program MBG
Sementara itu, ekonom dan pengamat kebijakan UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, mempertanyakan transparansi sumber dana program MBG yang dimulai sejak 6 Januari 2025. Ia menilai ada kejanggalan karena program dimulai sebelum anggaran pemerintah biasanya cair pada Februari atau Maret.
Achmad juga menyoroti keterlibatan Kodim dan militer dalam pengelolaan dapur MBG. Menurutnya, hal ini tidak sesuai dengan fungsi utama militer dan mengindikasikan kurangnya peran dari kementerian teknis seperti Kementerian Sosial dan Badan Pangan Nasional.
Ia menambahkan, distribusi dapur MBG tidak merata. Jawa Barat memiliki 58 lokasi, sedangkan provinsi seperti Bali, Gorontalo, hingga Papua hanya mendapat satu atau dua lokasi. Ketimpangan ini dikhawatirkan mengabaikan kebutuhan gizi daerah yang lebih membutuhkan.